MAKALAH
“TAHAP KEMATIAN
JARINGAN DAN NEKROSIS”
Makalah Ini
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi
Dosen Pengampu : Septiana Fathonah,S.Kep,Ns
Dosen Pengampu : Septiana Fathonah,S.Kep,Ns
OLEH :
Yunita Eka Wati (59/2420132327)
KELAS:
2 B
AKADEMI KEPERAWATAN
NOTOKUSUMO YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menuntun saya
sebagai penyusun untuk menyelesaikan tugas Patologi dalam pembuatan Makalah
Tahap Kematian Jaringan dan Nekrosis.
Tak
lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Orang
tua yang telah memberikan dorongan dan motivasi terhadap penyusun selama
pembuatan makalah ini
2. Ibu Septiana Fathonah,S.Kep,Ns,
selaku dosen yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam
pembuatan makalah ini
Saya sangat merasa bahwa makalah ini masih jauh dari yang
diharapkan untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
hasil yang lebih baik. Akhir kata mohon maaf apabila masih banyak kesalahan
baik dalam penyusunan maupun penulisan dalam makalah ini.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Yogyakarta, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar
Isi .............................................................................................................. ii
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan
....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat
.................................................................................................... 2
1.5 Sistematika
Penulisan ............................................................................... 2
BAB
II : PEMBAHASAN
2.1 Kematian Sel ........................................................................................... 3
2.2 Apoptosis ................................................................................................. 4
2.3 Penyebab Apoptosis ................................................................................ 5
2.4 Mekanisme Apoptosis ............................................................................. 5
2.5 Nekrosis ................................................................................................... 6
2.6 Macam-macam Nekrosis ......................................................................... 7
2.7 Penyebab Nekrosis .................................................................................. 10
2.8 Mekanisme Nekrosis ............................................................................... 12
BAB
III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan
............................................................................................ 14
3.2 Saran
...................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Patologi
merupakan ilmu pengetahuan tentang keadaan struktural dan fungsional yang
menyebabkan penyakit pada manusia. Empat aspek dalam proses penyakit yang
membentuk inti patologi adalah (Robbins & Cotran, 2008) :
· Penyebab
penyakit (etiologi)
· Mekanisme
terjadinya penyakit (patogenesis)
· Perubahan
struktural yang ditimbulkan oleh penyakit di dalam sel dan jaringan (perubahan morfologi)
· Konsekuensi
fungsional perubahan morfologi tersebut (makna
klinis)
Sel normal memerlukan keseimbangan
antara kebutuhan fisiologik dan keterbatasan-keterbatasan struktural sel dan
kemampuan metabolik, hasilnya adalah hasil yang terusn seimbang atau
homeostasis. Keadaan fungsional sel dapat berubah ketika bereaksi terhadap
stress yang ringan untuk mempertahankan keadaan yang seimbang. Konsep keadaaan
normal bervariasi :
1. Setiap
orang berbeda satu dengan yang lain karena perbedaan susunan genetik
2. Setiap
orang memiliki perbedaan dalam pengalaman hidup dan interaksinya dengan
lingkungan
3. Pada
tiap individu terdapat perbedaan parameter fisiologi karena adanya pengendalian
dalam fungsi mekanisme
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Kematian
Sel?
2. Apakah
yang dimaksud dengan Apoptosis?
3. Apakah
penyebab dari Apoptosis?
4. Bagaimanakah
Mekanisme Apoptosis itu?
5. Apakah
yang dimaksud dengan Nekrosis?
6. Apa
saja macam-macam Nekrosis?
7. Apakah
penyebab dari Nekrosis?
8. Bagaimanakah
Mekanisme Nekrosis itu?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa itu Kematian Sel
2. Untuk
mengetahui apa itu Apoptosis
3. Untuk
mengetahui Penyebab Apoptosis
4. Untuk
mengetahui Mekanisme Apoptosis
5. Untuk
mengetahui apa itu Nekrosis
6. Untuk
mengetahui macam-macam Nekrosis
7. Untuk
mengetahui Penyebab Nekrosis
8. Untuk
mengetahui Mekanisme Nekrosis
1.4
Manfaat
1. Diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dalam sajian makalah yang dibuat
2. Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami tentang bagaimana tahap kematian jaringan dan nekrosis
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari bab I ;
pendahuluan, bab II ; pembahasan, dan bab III ; penutup, DAFTAR PUSTAKA.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
KEMATIAN
SEL
Dewasa
ini, perkembangan penyakit amat pesat. Penyakit tersebut dapat menyebabkan
kematian sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah satunya
adalah mikroba. Mikroba patogen dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh
manusia. Salah satu caranya yaitu dengan merusak sel dan organelnya. Kemudian
respon sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia.
Jika respon berlebihan akan terjadi jejas (cedera sel) dan berlanjut pada
kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Kematian
sel bermula dari jejas (cedera) yang terjadi pada sel. Jejas tersebut dapat
kembali normal apabila keadaan lingkungan mendukung. Namun, ketika lingkungan
tetap buruk, cedera akan semakin parah yang mana sel tidak akan kembali normal
(irreversible) dan selanjutnya akan mati. Kematian sel memiliki dua macam pola,
yaitu nekrosis dan apoptosis. Berikut perbedaannya (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007) :
Tabel 1. Perbedaan Apoptosis dan Nekrosis
Gambar 1: Perbedaan Apoptosis dan
Nekrosis
2.2
APOPTOSIS
Apoptosis,
yaitu kematian sel yang diprogram. Apoptosis adalah suatu proses yang ditandai
dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi
sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun
sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh sel
disebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan
merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan,
sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
Apoptosis merupakan proses aktif yang melibatkan kerja sel itu sendiri dan
namanya diambil dari kata Yunani yang berarti “menciut” seperti menguncupnya
sebuah bunga.
Timidin fosforilase (TP), suatu faktor
pertumbuhan sel endotel yang dihasilkan trombosit, telah terbukti melindungi
sel dari apoptosis dengan merangsang metabolisme nukleosida dan angiogenesis.
Penggunaan obat yang secara khusus menargetkan TP telah direkomendasikan untuk
memperbaiki efek kemoterapi konvensional dengan meningkatkan apoptosis sel-sel
yang bermutasi (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2.3
PENYEBAB
APOPTOSIS
Kematian
sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang
waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat
hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang
mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan
seringkali menyebabkan apoptosis, yang akhirnya yang mengakibatkan kematian
virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan
oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Virus tertentu (misalnya;
Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada
gilirannya menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi
apoptosis telah berpengaruh pada perkembangan kanker dan penyakit neuro degeneratif
dengan penyebab yang tidak diketahui, termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis
lateral amiotrofik (penyakit Lou Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen
dari sel imun (sel T dan sel B) sangat penting dalam menimbulkan dan
mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2.4
MEKANISME
APOPTOSIS
Apoptosis
ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang berawal dengan berbagai
cara yang berbeda tapi pada akhirnya berpuncak pada aktivasi enzim kaspase.
Mekanisme apoptosis secara filogenetik dilestarikan; bahkan pemahaman dasar
kita tentang apoptosis sebagian besar berasal dari eksperimen cacing nematoda Caenorhabditis elegans; pertumbuhan
cacing ini berlangsung melalui pola pertumbuhan sel yang sangat mudah
direproduksi, diikuti oleh kematian sel. Penelitian terhadap cacing mutan
menemukan adanya gen spesifik (dinamakan gen ced singkatan dari C. elegans
death; gen ini memiliki homolog pada manusia) yang menginisiasi atau
menghambat apoptosis.
Proses apoptosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi aktif)
dan fase eksekusi, ketika enzim
mengakibatkan kematian sel. Inisiasi apoptosis terjadi melalui dua jalur yang
berbeda tetapi nantinya akan menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau, yang dimulai dari
reseptor, dan jalur intrinsik atau
jalur mitokondria (Mitchell; Kumar; Abbas & Fausto, 2008).
2.5
NEKROSIS
Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu
rangsangan yang menyebabkan cedera pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan.
Nekrosis sel dicirikan dengan adanya pembengkakan dan ruptur organel internal
yang kebanyakan mengenai mitokondria, dan jelasnya stimulasi respons peradangan
(Elizabeth J. Corwin, 2009).
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian
sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin
dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan organel.
Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan
pada tubuh yang hidup. Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan
menunjukkan perubahan-perubahan tertentu baik secara makroskopis maupun
mikroskopis. Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi, berwarna
putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya
berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksillin, sering pucat
(Pringgoutomo, 2002).
Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari
digesti enzimatik dan denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti
enzimatik oleh enzim hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis)
dapat juga berasal dari lisosom sel radang penginvasi (heterolisis) (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007).
Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada
inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari, 2011) :
1. Psikonosis
Yaitu pengerutan inti,
merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan eosinofil, DNA berkondensasi
menjadi massa yang melisut padat.
2. Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi
atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis
Pemudaran kromatin
basofil akibat aktivitas DNAse.
2.6
MACAM-MACAM
NEKROSIS
1.
Nekrosis koagulatif
Terjadi
akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja
sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak
terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur
jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi,
2003).
Terjadi
pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena
menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik tampak
inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang,
sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka
sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Gambar 2: Makroskopis dan mikroskopis nekrosis koagulatif
Contoh utama
pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak
berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007).
2. Nekrosis
likuefaktif (colliquativa)
Perlunakan jaringan
nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat kerja enzim
hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat
kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).
Gambar 3:
Makroskopis nekrosis likuefaktif
3. Nekrosis
kaseosa (sentral)
Bentuk campuran dari
nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal seperti
keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis
dapat menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih,
seperti keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik
tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin
inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi
(tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Gambar
4: Makroskopis nekrosis kaesosa
4. Nekrosis
lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis
lemak traumatik
Terjadi
akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak
(Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis
lemak enzimatik
Merupakan
komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di
sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis disebabkan
oleh kerja lypolitic dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel
pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan
membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang terkandung
didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium yang
menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007).
Gambar 5: Makroskopis nekrosis lemak
5. Nekrosis
fibrinoid
Nekrosis ini terbatas
pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat penyakit
autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis
dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin
terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen
kemerahan (Sarjadi, 2003).
2.7
PENYEBAB
NEKROSIS
Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1. Iskemia
Terjadi
akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler (kekurangan
oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut ini
(Sarjadi, 2003):
a. Obstruksi
aliran darah
b. Anemia
(eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
c. Keracunan
karbon monoksida
d. Penurunan
perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
e. Oksigenasi
darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran nafas,
konsentrasi oksigen udara yang rendah
2. Agen
biologik
Toksin
bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis.
Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik endogen
maupun eksogen. Virus dan parasit juga dapat mengeluarkan beberapa enzim dan
toksin yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi jaringan dan
menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
3. Agen
kimia
Natrium
dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh. Namun ketika
konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan
osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis ketika
konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2002).
Respon
jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel pada tubulus ginjal
dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan. Gas yang digunakan
pada perang seperti mustard dapat merusak jaringan paru, gas kloroform dapat
merusak parenkim hati serta masih banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).
4. Agen
fisik
Trauma,
suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya matahari, dan
radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis
(Pringgoutomo, 2002).
5. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas
(kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini dapat timbul
secara genetik maupun didapat (acquired)
dan menimbulkan reaksi immunologik kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai
contoh, seseorang yang hipersensitivitas terhadap obat sulfat ketika
mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal
(Pringgoutomo, 2002).
2.8
MEKANISME
NEKROSIS
Seperti
yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera
(jejas) yang bersifat irreversible.
Ketika sel mengalami gangguan, makan sel akan berusaha beradaptasi dengan jalan
hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat mengembalikan
keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi sel
tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam
keadaan normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung secara
kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya akan
terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Gambar
6: Mekanisme nekrosis
Mekanisme cedera secara biokimia
adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran & Robbins, 2007):
1. Deplesi
ATP
ATP
penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti mempertahankan
osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan jalur metabolik
dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan segera jalur homeostasis.
2. Deprivasi
oksigen
Kekurangan
oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3. Hilangnya
homeostasis kalsium
Kalsium
bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang bergantung
pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel diikuti
pelepasan kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium sitosol akan
menginaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran), protease
(katabolisator protein membran dan struktural), ATPase (mempercepat deplesi
ATP), dan endonuklease (pemecah materi genetik).
4. Defek
permeabilitas membran plasma
Membran
plasma dpat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen komplemen,
limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi. Perubahan permeabilitas membran
dapat juga disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase
yang dimediasi kalsium.
5. Kerusakan
mitokondria
Peningkatan
kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid
menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan kemampuan
konduksi yang tinggi. Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton
melintasi membran mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kematian
sel merupakan hasil dari cedera sel dan kejadian paling krusial pada perjalanan
penyakit di jaringan atau organ.
Pola utama kematian sel :
-
Apoptosis
Kematian sel yang terjadi akibat
adanya aktivasi program bunuh diri yang dikontrol secara internal. Apoptosis
dirancang untuk menghilangkan sel-sel yang tak dibutuhkan selama proses
embriogenesis dan proses fisioligis lain. Juga terjadi pada kondisi patologis
tertentu terutama jika terjadi kerusakan pada DNA yang terdapat pada nukleus,
sehingga sel sudah tidak dapat diperbaiki atau normal.
-
Nekrosis
Nekrosis
merupakan kematian sel yang disebabkan karena jejas irreversible. Faktor pemicu
nekrosis dapar berupa iskemia, agen biologik, agen fisik, agen kimia, dan juga
hipersensitivitas (kerentanan). Perubahan yang mencolok terutama terlihat pada
inti sel yang mengalami piknosis, karioreksis, serta kariolisis. Apabila dalam
sediaan histologic tampak gambaran inti piknotik, karioreksis, dan kariolisis, maka sel tersebut dikatakan
mengalami nekrosis (kematian sel).
3.2
Saran
Dengan adanya makalah ini diharap
pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan, guna
pemaksimalan pemahaman mengenai tahap kematian jaringan dan nekrosis.
DAFTAR
PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins.
2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7,
Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk Identifikasi Sel
Psikonosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, p:48-66.
Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I. Jakarta: Sagung
Seto.
Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell, R.N.,
Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.
Sarjadi. 2003. Patologi
Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar