Selasa, 20 Januari 2015

PROSES PENYEMBUHAN LUKA

MAKALAH
Proses Penyembuhan Luka
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi
Dosen Pengampu :
Linda Widyarani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

 











Disusun Oleh :
             Bagas Widhi Prakosa  (2420132274 / 08)
             Epin                               (2420132286 / 18)
             Isti Ariwahyu W.          (2420132296
/ 28)
             Puji Raharjo                 (2420132306 / 38)
             Siska Ratnaningsih      (2420132316 / 48)
             Yunita Eka Wati          (2420132327 / 58)

Kelas : 2 B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA

2014/2015

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menuntun kami sebagai penyusun untuk menyelesaikan tugas Patologi dalam pembuatan Makalah Proses Penyembuhan Luka.
Tak lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada:
1.      Orang tua yang telah memberikan dorongan dan motivasi terhadap penyusun selama pembuatan makalah ini
2.      Ibu Linda Widyarani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam pembuatan makalah ini
Kami sangat merasa bahwa makalah ini masih jauh dari yang diharapkan untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk hasil yang lebih baik. Akhir kata mohon maaf apabila masih banyak kesalahan baik dalam penyusunan maupun penulisan dalam makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb           


Yogyakarta, Desember 2014


                                                                                                           Penyusun



DAFTAR ISI
Kata Pengantar .....................................................................................................  i
Daftar Isi ..............................................................................................................  ii
BAB I : PENDAHULUAN
             1.1  Latar Belakang .........................................................................................  1
             1.2  Rumusan Masalah ....................................................................................  1
             1.3  Tujuan .......................................................................................................  2
             1.4  Manfaat ....................................................................................................   2
             1.5  Sistematika Penulisan ...............................................................................  2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1  Kulit ........................................................................................................  3
2.2  Lapisan Kulit ..........................................................................................  3
2.3  Pengertian Luka ......................................................................................  7
2.4  Klasifikasi Luka ......................................................................................  8
2.5  Derajat Luka ........................................................................................... 10
2.6  Pengertian Penyembuhan Luka .............................................................. 11
2.7  Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka ....................... 11
2.8  Tahapan Penyembuhan Luka .................................................................. 12
BAB III: PENUTUP
        3.1     Kesimpulan ............................................................................................ 16
        3.2     Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

            1.1         Latar Belakang
          Manusia adalah makhluk sosisal, yaitu makhluk yang tidak bisa mempertahankan hidupnya sendirian. Setiap hari manusia yang satu selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Situasi yang timbul dari proses interaksi ini pun beragam, mulai dari yang ringan, sedang, sampai yang berat. Sehingga kadang-kadang tanpa kita sadari muncul luka, baik secara fisik maupun rohani. Luka yang paling sering dialami adalah luka secara fisik. Luka secara fisik sendiri adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
          Bagian tubuh yang paling sering terkena luka adalah kulit. Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan memiliki berbagai macam fungsi yang penting dalam mempertahankan kesehatan dan melindungi individu dari cedera. Fungsi keperawatan yang penting adalah mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan luka. Perawat harus memahami faktor yang memengaruhi integritas kulit, fisiologi penyembuhan luka, dan tindakan khusus untuk meningkatkan kondisi kulit sehingga dapat melindungi kulit dan mengelola penyembuhan luka secara efektif.

            1.2         Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan Kulit?
2.    Terdiri dari apa sajakah Struktur Kulit Manusia?
3.    Apakah yang dimaksud dengan Luka?
4.    Apa sajakah Klasifikasi Luka itu?
5.    Apa sajakah Derajat Luka itu?
6.    Apakah yang dimaksud dengan Penyembuhan Luka?
7.    Faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses penyembuhan luka?
8.    Bagaimanakah Tahapan dalam Penyembuhan Luka?

            1.3         Tujuan
1.    Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Patologi
2.    Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa/i khususnya keperawatan tentang Proses Penyembuhan Luka

            1.4         Manfaat
1.    Diharapkan dapat menambah wawasan pembaca dalam sajian makalah yang dibuat
2.    Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami tentang Proses Penyembuhan Luka

1.5         Sistematika Penulisan
          Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari bab I ; pendahuluan, bab II ; pembahasan, dan bab III ; penutup, DAFTAR PUSTAKA.

BAB II
PEMBAHASAN
            2.1         KULIT
          Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2006).
          Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan proteksi terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya dan membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital (Evelyn C. Pearce, 2008).
          Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar. Bagi wanita, kulit merupakan bagian tubuh yang perlu mendapat perhatian khusus untuk memperindah kecantikan. Bagi seorang dokter apa yang terlihat pada kulit dapat membantu menemukan penyakit yang diderita pasiennya. Lapisan kulit pada dasarnya sama di semua bagian tubuh, kecuali di telapak tangan, telapak kaki, dan bibir. Tebalnya bervariasi dari 0,5 mm di kelopak mata sampai 4 mm di telapak kaki (Daniel S. Wibowo, 2005).

            2.2         LAPISAN KULIT
          Secara mikroskopis struktur kulit manusia terdiri dari, yaitu:
a.      Epidermis
      Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang disusun atas 2 lapis yang tampak jelas : selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Epidermis yang bersambung dengan membran mukosa dan dinding saluran telinga terdiri atas sel-sel hidup yang selalu membelah dan pada permukaanya ditutupi oleh sel-sel mati yang asalnya lebih dalam pada dermis tetapi kemudian terdorong keatas oleh sel-sel yang baru tumbuh dan lebih berdifresiasi yang berada dibawahnya. Lapisan eskternal ini hampir seluruhnya akan diganti setiap 3 - 4 minggu sekali. Sel-sel mati mengandung sejumlah besar kreatinin yaitu protein fibrous insoulubel yang membentuk barrier paling luar kulit dan memiliki kemampuan untuk mengusir mikroorganisme patogen serta mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh. Kreatinin merupakan unsur utama yang mengeraskan rambut dan kuku.
      Epidermis tidak berisi sesuatu pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis  dan mendampingi rambut. Sel epidermidis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis lekukan yang berjalan sesuai dengan papil dermis di bawahnya. Garis - garis  ini berbeda-beda ; pada ujung jari berbentuk ukiran yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan.
      Terdiri dari 5 lapisan (stratum) (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2006) :
1)      Stratum Korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
2)      Stratum Lusidum, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidum.
3)      Stratum Granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar sengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum.
4)      Stratum Spinosum/Stratum Akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelular bridges atau jembatan interselular.
5)      Stratum Basal/Germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus interpapilaris).
b.      Dermis
      Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya dapat di ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit. Dermis terdiri dari 2 lapisan :
1)      Lapisan papilaris dermis berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat.
2)      Lapisan retikularis terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas serabut elastik.
      Batas antara pars papilaris dan pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut: serabut kolagen, serabut elastis dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing-masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis memberi kelenturan pada kulit dan retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut. Dermis sering disebut sebagai “kulit sejati”. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan yang banyak jumlahnya dan salurannnya yang keluar melalui dermis dan epidermis bermuara diatas permukaaan kulit di dalam lekukan halus yang bernama pori (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2006).
c.       Subkutis
      Jaringan subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Jaringan ini terdiri dari kumpulan sel-sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti tulang dan otot. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Jarinagn ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, dan secara parsial menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
      Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah lapisan ini terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2006).

            2.3         PENGERTIAN LUKA
          Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
          Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses patologis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
          Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995).
          Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidayat R, & Wim de Jong, 1997).

            2.4         KLASIFIKASI LUKA
Luka dibedakan berdasarkan :
1)      Berdasarkan penyebab :
a.       Ekskoriasi atau luka lecet
b.      Vulnus scisum atau luka sayat
c.       Vulnus laseratum atau luka robek
d.      Vulnus punctum atau luka tusuk
e.       Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
f.       Vulnus combustio atau luka bakar
2)      Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan :
a.       Ekskoriasi
b.      Skin avulsion
c.       Skin loss
3)      Berdasarkan integritas kulit (Stevens, P.J.M, 1999):
a.       Luka tertutup, adalah luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak
Contohnya : Kesleo, Terkilir, Patah Tulang dan sebagainya
b.      Luka terbuka, adalah luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir rusak
Contohnya : Luka lecet, Luka sayatan, Luka robek, Luka tusuk, Luka potong, Luka memar dan Luka tembak
4)      Berdasarkan lama waktu penyembuhannya (Bryant, 2007) :
a.       Luka Akut
          Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.
b.      Luka Kronik
          Luka kronik adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus.
5)      Berdasarkan tingkat kontaminasi (Reksoprodjo, S., 1995) :
a.       Luka Bersih (Clean Wounds)
          Yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b.      Luka Bersih Terkontaminasi (Clean Contaminated Wounds) :
          Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c.       Luka Terkontaminasi (Contaminated Wounds) :
          Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d.      Luka Kotor atau Infeksi (Dirty or Infection Wounds) :
          Yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. 

            2.5         DERAJAT LUKA
          Menurut (Reksoprodjo, S., 1995) :
a.       Stadium I
       Luka Superficial (“Non-Blanching Erithema”): Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.      Stadium II: Luka “Partial Thickness”
       Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c.       Stadium III: Luka “Full Thickness”
       Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d.      Stadium IV: Luka “Full Thickness”
       Yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.

            2.6         PENGERTIAN PENYEMBUHAN LUKA
            Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan (InETNA,2004:13).
            Penyembuhan luka adalah respon organisme terhadap kerusakan jaringan atau organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan kulit ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka (Regauer, Compton; 1990, Stricklin dkk, 1994).

2.7         FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA
          Penyembuhan luka dapat tegantung oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) atau oleh penyebab dari dalam tubuh sendri (eksogen).
          Penyebab endogen terpenting adalah ganguan koagulasi yang disebut koagulopati dan ganguan sistem imun. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2004:13). Berikut adalah faktor yang bisa menghambat penyembuah luka :
a.     Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM).
b.    Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA, 2004:13).

            2.8         TAHAPAN PENYEMBUHAN LUKA
          Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan. (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
a. Tahap Inflamasi
        Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
       Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
       Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
b. Tahap Proliferasi dan Pembentukan Jaringan
       Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
       Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
       Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
c.  Tahap Remodeling Jaringan
       Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).

BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
          Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar.
Secara mikroskopis struktur kulit manusia terdiri dari :
1.      Epidermis : Jaringan atau sel-sel pelindung yang berada di lapisan terluar
2.      Dermis :  Lapisan kulit di bawah epidermis yang terdiri dari jaringan ikat dan bantalan tubuh dari stres dan ketegangan
3.      Subkutis : Lapisan terdalam dari kulit, juga dikenal sebagai lapisan subkutan atau hipodermis
          Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran, dan tulang atau organ tubuh.
Derajat Luka :
1.      Stadium I : Luka Superficial (“Non-Blanching Erithema”)
2.      Stadium II : Luka “Partial Thickness”
3.      Stadium III : Luka “Full Thickness”
4.      Stadium IV : Luka “Full Thickness”
          Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan.
Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka :
a.     Faktor Intrinsik : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM).
b.    Faktor Ekstrinsik : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan

Tahapan Penyembuhan Luka :
1.      Tahap Inflamasi
2.      Tahap Proliferasi dan Pembentukan Jaringan
3.      Tahap Remodeling Jaringan

3.2         Saran
                 Dengan adanya makalah ini diharapkan, pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan, guna pemaksimalan pemahaman mengenai proses penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA

Bryant, R.A. (2007). Acut and Chronic Wounds Nursing Management. Second Edition. Missouri, St. Louis: Mosby Inc.
Drs. H. Syaifuddin, AMK. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Ed 3. Penerbit Buku Kedokteran; EGC: Jakarta.
Evelyn C. Pearce. (2008). Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta.
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri: Jakarta.
Kozier,et al. (1995). Fundammentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. California: Addison-Weasley.
Mansjoer, Arif, dkk. Eds. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Morrison, Moya J. (2003). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.
Potter, P.A, Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jilid 1. Jakarta: EGC.
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
R. Sjamsuhidajat, & Wim de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Regauer S, Compton CC. Cultured Keratinocyte Sheet Enhance Spontaneous Re-Epithelization in a Dermal Explant Model of Partial-Thickness Wound Healing. J Invest Dermatol. 1990; 95:341-346.
Reksoprodjo, S. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara: Jakarta.
Stevens, PJM. (1999). Ilmu Keperawatan. Jilid 2. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. (2005). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: PT Grasindo.