MAKALAH
“Proses Penyembuhan Luka”
“Proses Penyembuhan Luka”
Makalah Ini Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patologi
Dosen Pengampu : Linda Widyarani, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Dosen Pengampu : Linda Widyarani, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun Oleh :
Bagas Widhi
Prakosa (2420132274 / 08)
Epin (2420132286 / 18)
Isti Ariwahyu W. (2420132296 / 28)
Puji Raharjo (2420132306 / 38)
Siska Ratnaningsih (2420132316 / 48)
Yunita Eka Wati (2420132327 / 58)
Epin (2420132286 / 18)
Isti Ariwahyu W. (2420132296 / 28)
Puji Raharjo (2420132306 / 38)
Siska Ratnaningsih (2420132316 / 48)
Yunita Eka Wati (2420132327 / 58)
Kelas : 2 B
AKADEMI KEPERAWATAN
NOTOKUSUMO YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menuntun kami
sebagai penyusun untuk menyelesaikan tugas Patologi dalam pembuatan Makalah
Proses Penyembuhan Luka.
Tak
lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Orang
tua yang telah memberikan dorongan dan motivasi terhadap penyusun selama
pembuatan makalah ini
2. Ibu Linda Widyarani, S.Kep.,Ns.,M.Kep,
selaku dosen yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam
pembuatan makalah ini
Kami sangat merasa bahwa makalah ini masih jauh dari yang
diharapkan untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
hasil yang lebih baik. Akhir kata mohon maaf apabila masih banyak kesalahan
baik dalam penyusunan maupun penulisan dalam makalah ini.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Yogyakarta, Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar
Isi .............................................................................................................. ii
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan
....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat
.................................................................................................... 2
1.5 Sistematika
Penulisan ............................................................................... 2
BAB
II : PEMBAHASAN
2.1 Kulit ........................................................................................................ 3
2.2 Lapisan Kulit .......................................................................................... 3
2.3 Pengertian Luka ...................................................................................... 7
2.4 Klasifikasi Luka ...................................................................................... 8
2.5 Derajat Luka ........................................................................................... 10
2.6 Pengertian Penyembuhan Luka .............................................................. 11
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka ....................... 11
2.8 Tahapan Penyembuhan Luka .................................................................. 12
BAB
III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan
............................................................................................ 16
3.2 Saran
...................................................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosisal, yaitu
makhluk yang tidak bisa mempertahankan hidupnya sendirian. Setiap hari manusia
yang satu selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Situasi yang timbul dari
proses interaksi ini pun beragam, mulai dari yang ringan, sedang, sampai yang
berat. Sehingga kadang-kadang tanpa kita sadari muncul luka, baik secara fisik
maupun rohani. Luka yang paling sering dialami adalah luka secara fisik. Luka
secara fisik sendiri adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
Bagian tubuh yang paling sering
terkena luka adalah kulit. Kulit merupakan organ tubuh yang paling
luas dan memiliki berbagai macam fungsi yang penting dalam mempertahankan
kesehatan dan melindungi individu dari cedera. Fungsi keperawatan yang penting
adalah mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan luka.
Perawat harus memahami faktor yang memengaruhi integritas kulit, fisiologi
penyembuhan luka, dan tindakan khusus untuk meningkatkan kondisi kulit sehingga
dapat melindungi kulit dan mengelola penyembuhan luka secara efektif.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Kulit?
2. Terdiri
dari apa sajakah Struktur Kulit Manusia?
3. Apakah
yang dimaksud dengan Luka?
4. Apa
sajakah Klasifikasi Luka itu?
5. Apa
sajakah Derajat Luka itu?
6. Apakah
yang dimaksud dengan Penyembuhan Luka?
7. Faktor
apa sajakah yang mempengaruhi proses penyembuhan luka?
8. Bagaimanakah
Tahapan dalam Penyembuhan Luka?
1.3
Tujuan
1. Untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Patologi
2. Untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa/i khususnya keperawatan tentang Proses
Penyembuhan Luka
1.4
Manfaat
1. Diharapkan
dapat menambah wawasan pembaca dalam sajian makalah yang dibuat
2. Diharapkan
mahasiswa/i dapat memahami tentang Proses Penyembuhan Luka
1.5
Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari bab I ;
pendahuluan, bab II ; pembahasan, dan bab III ; penutup, DAFTAR PUSTAKA.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
KULIT
Kulit adalah lapisan jaringan yang
terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada
permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa (Drs. H.
Syaifuddin, AMK, 2006).
Kulit merupakan organ tubuh yang
terletak paling luar dan merupakan proteksi terhadap organ-organ yang terdapat
dibawahnya dan membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan
lingkungan luar dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital
(Evelyn C. Pearce, 2008).
Kulit adalah lapisan atau jaringan
yang menutup seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari
luar. Bagi wanita, kulit merupakan bagian tubuh yang perlu mendapat perhatian
khusus untuk memperindah kecantikan. Bagi seorang dokter apa yang terlihat pada
kulit dapat membantu menemukan penyakit yang diderita pasiennya. Lapisan kulit
pada dasarnya sama di semua bagian tubuh, kecuali di telapak tangan, telapak
kaki, dan bibir. Tebalnya bervariasi dari 0,5 mm di kelopak mata sampai 4 mm di
telapak kaki (Daniel S. Wibowo, 2005).
2.2
LAPISAN
KULIT
Secara
mikroskopis struktur kulit manusia terdiri dari, yaitu:
a. Epidermis
Epidermis tersusun atas epitelium berlapis
dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang disusun atas 2 lapis yang tampak
jelas : selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Epidermis yang
bersambung dengan membran mukosa dan dinding saluran telinga terdiri atas
sel-sel hidup yang selalu membelah dan pada permukaanya ditutupi oleh sel-sel
mati yang asalnya lebih dalam pada dermis tetapi kemudian terdorong keatas oleh
sel-sel yang baru tumbuh dan lebih berdifresiasi yang berada dibawahnya.
Lapisan eskternal ini hampir seluruhnya akan diganti setiap 3 - 4 minggu
sekali. Sel-sel mati mengandung sejumlah besar kreatinin yaitu protein fibrous
insoulubel yang membentuk barrier paling luar kulit dan
memiliki kemampuan untuk mengusir mikroorganisme patogen serta mencegah
kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh. Kreatinin merupakan unsur utama
yang mengeraskan rambut dan kuku.
Epidermis tidak berisi sesuatu pembuluh
darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis dan mendampingi
rambut. Sel epidermidis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis
terdapat garis lekukan yang berjalan sesuai dengan papil dermis di bawahnya.
Garis - garis ini berbeda-beda ; pada ujung jari berbentuk ukiran
yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari
dalam kriminologi dilandaskan.
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) (Drs. H.
Syaifuddin, AMK, 2006) :
1)
Stratum
Korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti
selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
2)
Stratum
Lusidum, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum
ialah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah
menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening,
batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidum.
3)
Stratum
Granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti
kumparan. Sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar sengan
permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena
banyaknya butir-butir stratum granulosum.
4)
Stratum
Spinosum/Stratum Akantosum, lapisan ini merupakan lapisan
yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
Sel-selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop
sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata
spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelular bridges atau jembatan
interselular.
5)
Stratum
Basal/Germinativum, disebut stratum basal karena
sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel
yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung)
dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut
butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian
bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel
basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan
dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium
menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan
epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg
(prosessus interpapilaris).
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari
kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah
bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya dapat di
ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis membentuk
bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit.
Dermis terdiri dari 2 lapisan :
1)
Lapisan papilaris dermis berada langsung di
bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat
menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan
ikat.
2)
Lapisan retikularis terletak di
bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas
serabut elastik.
Batas antara pars papilaris dan pars
retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari
serabut-serabut: serabut kolagen, serabut elastis dan serabut retikulus.
Serabut ini saling beranyaman dan masing-masing mempunyai tugas yang berbeda.
Serabut kolagen untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis memberi kelenturan
pada kulit dan retikulus terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel
rambut dan memberikan kekuatan.
Dermis juga tersusun dari pembuluh
darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar
rambut. Dermis sering disebut sebagai “kulit sejati”. Ujung akhir saraf
sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Kelenjar keringat yang
berbentuk tabung berbelit-belit dan yang banyak jumlahnya dan salurannnya yang
keluar melalui dermis dan epidermis bermuara diatas permukaaan kulit di dalam
lekukan halus yang bernama pori (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2006).
c.
Subkutis
Jaringan subkutan atau hipodermis
merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Jaringan ini terdiri dari kumpulan
sel-sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan
ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke
pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan ini terutama berupa
jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal
seperti tulang dan otot. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang
tebalnya tidak sama pada tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan
perempuan tidak sama (berlainan). Jarinagn ini memungkinkan mobilitas kulit,
perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan
bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, dan secara parsial
menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan yang
berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan
dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu
tubuh.
Guna
penikulus adiposus adalah sebagai shock
breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit,
isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori dan tambahan
untuk kecantikan tubuh. Di bawah lapisan ini terdapat selaput otot kemudian
baru terdapat otot (Drs. H. Syaifuddin, AMK, 2006).
2.3
PENGERTIAN
LUKA
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396).
Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses
selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas atau kesatuan
jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
Luka adalah rusaknya struktur dan
fungsi anatomis kulit normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter
& Perry, 2006).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas
kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika luka
timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995).
Luka
adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma
benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik
atau gigitan hewan (Sjamsuhidayat R, & Wim de Jong, 1997).
2.4
KLASIFIKASI
LUKA
Luka
dibedakan berdasarkan :
1)
Berdasarkan penyebab :
a.
Ekskoriasi atau luka lecet
b.
Vulnus scisum atau luka sayat
c.
Vulnus laseratum atau luka robek
d.
Vulnus punctum atau luka tusuk
e.
Vulnus
morsum atau luka karena gigitan binatang
f.
Vulnus combustio atau luka bakar
2)
Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan
jaringan :
a.
Ekskoriasi
b.
Skin avulsion
c.
Skin loss
3)
Berdasarkan integritas kulit (Stevens,
P.J.M, 1999):
a.
Luka tertutup, adalah luka dimana jaringan
yang ada pada permukaan tidak rusak
Contohnya
: Kesleo, Terkilir, Patah Tulang dan sebagainya
b.
Luka terbuka, adalah luka dimana kulit
atau jaringan selaput lendir rusak
Contohnya
: Luka lecet, Luka sayatan, Luka robek, Luka tusuk, Luka potong, Luka memar dan
Luka tembak
4)
Berdasarkan lama waktu penyembuhannya
(Bryant, 2007) :
a.
Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang
biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila
tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan
penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contohnya adalah luka
sayat, luka bakar, luka tusuk.
b.
Luka Kronik
Luka kronik adalah luka yang
berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan
pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multi faktor dari
penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan,
tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contohnya
adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular
perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus.
5)
Berdasarkan tingkat kontaminasi (Reksoprodjo,
S., 1995) :
a.
Luka Bersih (Clean Wounds)
Yaitu luka
bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan
infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.
Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% –
5%.
b.
Luka Bersih Terkontaminasi (Clean
Contaminated Wounds) :
Merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c.
Luka Terkontaminasi (Contaminated
Wounds) :
Termasuk
luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini
juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% –
17%.
d.
Luka Kotor atau Infeksi (Dirty or
Infection Wounds) :
Yaitu
terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2.5
DERAJAT
LUKA
Menurut
(Reksoprodjo, S., 1995) :
a.
Stadium I
Luka Superficial (“Non-Blanching
Erithema”): Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.
Stadium II: Luka “Partial Thickness”
Yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c.
Stadium III: Luka “Full Thickness”
Yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya.
d.
Stadium IV: Luka “Full Thickness”
Yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.
2.6
PENGERTIAN
PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan
luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu
kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan (InETNA,2004:13).
Penyembuhan
luka adalah respon organisme terhadap kerusakan jaringan atau organ serta usaha
pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis
jaringan atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan kulit
ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka (Regauer,
Compton; 1990, Stricklin dkk, 1994).
2.7
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka dapat
tegantung oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) atau oleh penyebab
dari dalam tubuh sendri (eksogen).
Penyebab endogen
terpenting adalah ganguan koagulasi yang disebut koagulopati dan ganguan sistem
imun. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi
yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2004:13). Berikut adalah faktor yang bisa menghambat penyembuah luka :
a. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan
hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM).
b. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari
luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA,
2004:13).
2.8
TAHAPAN
PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh yang
sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan
aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan
terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat
membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area
yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan. (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
a.
Tahap Inflamasi
Fase inflamasi
berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus
(retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang
keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin
yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu
terjadi reaksi inflamasi (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
Sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi
setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi
radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor),
suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Sjamsuhidajat,
R & Wim de Jong, 2010).
Aktifitas seluler yang terjadi
adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju
luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian
muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis).
Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru
sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah (Sjamsuhidajat,
R & Wim de Jong, 2010).
b.
Tahap
Proliferasi dan Pembentukan Jaringan
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi
sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang
belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan
prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi
luka (Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
Pada fase ini serat dibentuk
dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang
cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka
mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat
kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul (Sjamsuhidajat,
R & Wim de Jong, 2010).
Pada fase
fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk
jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut
jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari
dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh
sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi
ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah
yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses
fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan
mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan (Sjamsuhidajat, R & Wim de
Jong, 2010).
c.
Tahap Remodeling
Jaringan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan
akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat
berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang
sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal
karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap
dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini
dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan
dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini,
perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan
(Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kulit adalah lapisan atau jaringan
yang menutup seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari
luar.
Secara
mikroskopis struktur kulit manusia terdiri dari :
1.
Epidermis : Jaringan atau sel-sel
pelindung yang berada di lapisan terluar
2.
Dermis : Lapisan kulit di bawah epidermis yang terdiri dari jaringan
ikat dan bantalan tubuh dari stres dan ketegangan
3.
Subkutis : Lapisan terdalam dari kulit,
juga dikenal sebagai lapisan subkutan atau hipodermis
Luka adalah terputusnya kontinuitas
jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Kerusakan kontinuitas
kulit, mukosa membran, dan tulang atau organ tubuh.
Derajat
Luka :
1.
Stadium I : Luka Superficial
(“Non-Blanching Erithema”)
2.
Stadium II : Luka “Partial Thickness”
3.
Stadium III : Luka “Full Thickness”
4.
Stadium IV : Luka “Full Thickness”
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan
dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi
saling berkesinambungan.
Faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka :
a. Faktor
Intrinsik : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status
imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM).
b. Faktor
Ekstrinsik : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan
Tahapan Penyembuhan Luka :
1.
Tahap Inflamasi
2.
Tahap Proliferasi dan Pembentukan
Jaringan
3.
Tahap Remodeling Jaringan
3.2
Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan,
pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya sehingga dapat diterapkan, guna
pemaksimalan pemahaman mengenai proses penyembuhan luka.
DAFTAR
PUSTAKA
Bryant, R.A. (2007). Acut and Chronic Wounds Nursing Management.
Second Edition. Missouri, St. Louis: Mosby Inc.
Drs. H. Syaifuddin, AMK. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan
Ed 3. Penerbit
Buku Kedokteran; EGC: Jakarta.
Evelyn C. Pearce. (2008). Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis.
Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta.
Indonesia
Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan
Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri: Jakarta.
Kozier,et al. (1995). Fundammentals of Nursing: Concepts, Process,
and Practice. California: Addison-Weasley.
Mansjoer,
Arif, dkk. Eds. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Morrison, Moya J. (2003). Manajemen Luka.
Jakarta: EGC.
Potter, P.A, Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jilid
1. Jakarta: EGC.
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
R. Sjamsuhidajat,
& Wim de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Regauer S, Compton CC. Cultured
Keratinocyte Sheet Enhance Spontaneous Re-Epithelization in a Dermal Explant
Model of Partial-Thickness Wound Healing. J Invest Dermatol. 1990; 95:341-346.
Reksoprodjo, S. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa
Aksara: Jakarta.
Stevens, PJM. (1999). Ilmu Keperawatan. Jilid 2. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Wibowo,
Daniel S. (2005). Anatomi Tubuh Manusia.
Jakarta: PT Grasindo.